1. Pengertian
Peraturan Daerah
Peraturan Daerah adalah Peraturan Perundang-Undangan yang dibentuk
oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan bersama Kepala Daerah
(gubernur atau bupati/wali kota).
Peraturan
Daerah terdiri atas:
- Peraturan Daerah
Provinsi, yang berlaku di provinsi tersebut. Peraturan Daerah Provinsi
dibentuk oleh DPRD Provinsi dengan persetujuan bersama Gubernur.
- Peraturan Daerah Kabupaten/Kota, yang berlaku di kabupaten/kota tersebut. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dibentuk oleh DPRD Kabupaten/Kota dengan persetujuan bersama Bupati/Walikota. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota tidak subordinat terhadap Peraturan Daerah Provinsi.
2. Dasar Hukum Perda
- UUD 1945;
- Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan;
- UU No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah;
- Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota.
3.
Fungsi
Peraturan Menurut
Kapusluhkum Badan Pembinaan Hukum Nasional, Perda memiliki beberapa fungsi,
seperti:
1. Fungsi pertama sebagai
instrumen kebijakan untuk melaksanakan otonomi daerah dan tugas
pembantuan
sebagaimana amanat UUD RI Tahun 1945 dan Undang-Undang tentang pemerintah
daerah
2. fungsi yang kedua
sebagai penampung kekhususan dan keragaman daerah, serta penyalur aspirasi
masyarakat di daerah. Namun, pengaturannya tetap dalam kerangka Negara Kesatuan
Republik
Indonesia yangg berlandaskan Pancasila dan
UUD
1945.
3. Fungsi yang ketiga,
berfungsi sebagai alat pembangunan dalam meningkatkan kesejahteraan
daerah.
4. Fungsi yang keempat,
sebagai peraturan pelaksanaan dari peraturan perundang-undangan yang
lebih
tinggi. fungsi Perda harus tunduk pada ketentuan hierarki peraturan
perundang-undangan.
4. Contoh Kasus Pelanggaran PERDA
Kasus
1 : Pedagang Kaki Lima DiPinggir Jalan
Satuan Polisi Pamong Praja
(Satpol PP) Malang Kota
menangani 103 kasus tindak pidana ringan (Tipiring) akibat
melanggar peraturan daerah (Perda) selama tiga bulan di awal tahun 2016.
Rinciannya, bulan Januari
2016 sebanyak 43 kasus yang terdiri dari 35 melanggar ketertiban (PKL) dan
delapan kasus melanggar izin gangguan. Sedangkan di bulan Februari 2016 ada 26
kasus dengan rincian satu kasus pelacuran, dua kasus pelanggaran izin reklame,
satu kasus izin pemondokan, 15 kasus ketertiban umum (PKL, satu kasus izin
menara telekomunikasi, dan enam kasus pelanggaran izin gangguan.
Selanjutnya di bulan Maret
2016 ada 34 kasus dengan rincian 10 kasus pelanggaran ketertiban, 16 izin
gangguan, tiga izin reklame, tiga izin pemondokan, dan dua kasus buang sampah
sembarangan.
Mereka yang menjalani
sidang dikenakan sanksi membayar, seperti yang ditetapkan dalam Perda. Denda
itu nilainya mulai dari Rp 20.000 hingga Rp 500.000, tergantung jenis
pelanggaran yang dilakukan.
Untuk pelanggaran
ketertiban bisa mulai dari Rp 50.000 hingga Rp 200.000. Sedangkan pelanggaran
izin reklame, pemondokan dan menara telekomunikasi yang paling tinggi yakni Rp
500.000.
Di bulan Maret 2016, ada
dua kasus pelanggaran Perda yang berbeda dibandingkan dua bulan sebelumnya,
yakni pelanggaran karena membuang sampah sembarangan. Kedua orang yang
terjaring itu dikenakan denda masing-masing Rp 20.000.
"Selain denda, kami
juga minta mereka membuat surat pernyataan untuk tidak mengulangi
perbuatannya," ujar Kepala Satpol PP Kota Malang Agoes Edi Putranto, Jumat (1/4/2016).
Pihaknya terus
menggencarkan razia demi menegakkan Perda.
Meskipun mereka yang
melanggar Perda telah disuruh membuat penyataan rupanya tidak membuat mereka
'taubat'. Salah satunya, Sumarsono, seorang PKL yang biasa mangkal di Jalan Veteran.
Laki-laki salah satu PKL yang ikut menjalani
sidang Tipiring akhir Maret lalu.
"Sudah ke-14 kalinya
saya disidang. Bayarnya beragam mulai dari Rp 50.000 hingga Rp 200.000,"
ujar warga Kelurahan Gadang, Kecamatan Sukun itu.
Ia nekat berjualan di Jalan
Veteran karena tidak memiliki pekerjaan lain. Sumar awalnya berjualan cilok,
namun karena terkena razia, ia berganti berjualan sempol. Ia berjualan memakai
sepeda motor. Namun karena Jalan Veteran merupakan jalan yang steril dari PKL, sehingga ia kerap terjaring razia.
2. kasus 2 : kasus pelanggaran perda sampah
Penegak
Peraturan Daerah (Perda) ini saling bahu membahu dalam menuntaskan segala
bentuk pelanggaran. Hasilnya 2.996 kasus dapat teratasi.
Selama
tahun 2015 itu, kasus yang berhasil dituntaskan Satpol PP Kota Padang
diantaranya kasus Pedagang Kaki Lima (PKL), Gelandangan Pengamen Pengemis
Anak Jalanan dan Orang Gila (GPAO), kenakalan remaja, Surat Izin Tempat Usaha
(SITU), bangunan liar, penyakit masyarakat (Pekat) dan lainnya. Kasus yang
disebut terakhir merupakan kasus yang cukup meresahkan masyarakat.
“Selama
2015 terhitung sejak bulan Mei hingga Desember, kita berhasil menuntaskan 365
kasus pekat,” kata Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Kasatpol PP) Firdaus
Ilyas didampingi Kabid Penegakan Perda, Edi Asri saat dikonfirmasi di Mako
Satpol PP, Senin (4/1).
Kasus
penyakit masyarakat yang berhasil dituntaskan Satpol PP yakni pemberantasan
kafe ilegal, salon dan fasilitas umum yang dijadikan tempat mesum.
“Termasuk
memberangus pondok baremoh Pasir Jambak pada 29 Mei lalu. Sebanyak 105 pondok
kita bongkar dan bakar,” papar Firdaus Ilyas.
Firdaus
merinci, pada bulan Mei itu sebanyak 12 kasus Pekat berhasil diberantas.
Begitu juga pada Juni (12 kasus), Juli (35 kasus), Agustus (46 kasus),
September (57 kasus), Oktober (68 kasus), November (70 kasus), dan Desember
(65 kasus).
Kemudian,
dari 2.996 kasus yang diatasi selama 2015 itu, kasus paling banyak ditangani
Satpol PP yakni pelanggaran Perda sampah.
Sebanyak
527 kasus pelanggaran Perda sampah dapat teratasi.
“Kita
memberikan teguran simpatik K3 terhadap 527 masyarakat yang melakukan pelanggaran
Perda Nomor 21 tahun 2012,” ucapnya.
Sedangkan
kasus terbanyak kedua adalah memberantas pedagang kaki lima (PKL) yang
membandel. “Sebanyak 492 kasus PKL kami atasi tahun kemarin,” timpal Edi Asri.
Kasus
kenakalan remaja menghiasi lembaran kerja Satpol PP sepanjang 2015. Personil
Satpol PP mendapati kasus kenakalan remaja seperti tawuran dan cabut sekolah.
“Untuk kenakalan remaja ini sebanyak 433 kasus kita tangani,” ujarnya lagi.
Kasus
lain yang tertangani selama 2015 yakni bangunan liar tanpa izin sebanyak 426
kasus, kemudian GPAO sebanyak 371 kasus, serta SITU sejumlah tempat usaha
seperti warnet, kafe dan karaoke, penginapan, hotel melati dan bilyard. “SITU
yang berhasil kita ungkap yakni 309 kasus,” terang Edi Asri
4. 3.Kasus 3
: kasus kawasan kalijodo
Kalijodo, secara administratif merupakan wilayah administrasi
Jakarta Barat dan Jakarta Utara. Wilayah Kalijodo yang masuk Jakarta Barat
adalah Kelurahan Angke dan Kecamatan Tambora. Sedangkan Kalijodo yang masuk
wilayah Jakarta Utara adalah Kelurahan Pejagalan dan Kecamatan
Penjaringan.
Kalijodo sesuai namanya, dikenal sebagai tempat mencari
pasangan. Sekitar tahun 1930-an, banyak pemuda lajang yang datang ke
tempat ini untuk mencari pacar atau "gebetan". Selain dijadikan
sebagai tempat mencari pasangan, Kalijodo juga dikenal sebagai tempat kencan
atau nongkrong.
Banyaknya pengunjung yang datang ke Kalijodo, kemudian diikuti
dengan munculnya warung-warung yang menjajakan aneka makanan dan minuman. Dalam
perkembangannya, warung-warung yang awalnya semi permanen itu kemudian berubah
menjadi kafe-kafe dengan bangunan permanen. Pengunjung yang datang pun, tak
lagi muda-mudi yang sedang berpacaran atau mencari tempat nongkrong, melainkan
perempuan yang menjajakan diri.
Kawasan ini lalu berkembang menjadi red light district (distrik
merah). Distrik merah adalah sebutan bagi kawasan yang sangat disenangi pria
hidung belang. Letaknya yang strategis, membuat Kalijodo mengalami perkembangan
yang cukup pesat. Banyak orang dari kelas ekonomi ke bawah, yang mencari
"hiburan" di Kalijodo. Tak hanya prostitusi, penguasa wilayah di
Kalijodo akhirnya juga membuka lapak-lapak perjudian. Selain ditempati bisnis
judi, tempat ini juga dikenal sebagai "sarang preman".
Kalijodo kembali populer dibicarakan di media setelah pada
Senin, 8 Februari 2016 pukul 04.10 WIB, sebuah mobil Toyota Fortuner terlibat
dalam kecelakaan maut di Jalan Daan Mogot Km 15, Kalideres, Jakarta Barat.
Akibat kecelakaan itu, empat orang tewas dan tujuh lainnya luka berat termasuk
pengemudi mobil. Dua orang yang meninggal adalah pengendara sepeda motor,
sisanya penumpang mobil. Setelah diusut, ternyata pengemudi tersebut baru saja
menenggak minuman keras di Kalijodo.
Masalah ini pun akhirnya didengar oleh Gubernur DKI, Basuki
Tjahaja Purnama (Ahok). Dari laporan tersebut, Ahok dengan tegas akan
membersihkan kawasan Kalijodo karena dinilai lebih banyak membawa kerugian.
Penertiban ini tentunya disertai dengan penghadangan dan perlawanan. Namun,
dengan bantuan dari Kapolda Metro Jaya saat itu, Bapak Tito Karnavian maka
Pemprov DKI Jakarta akhirnya bisa membersihkan kawasan ini.

Penggusuran
kawasan prostitusi di Kalijodo (Sumber: CDN).
Menurut data Pemerintah Jakarta, luas total kawasan eks Kalijodo
adalah 4,2 hektare. Dari luas itu, empat hektare masuk Jakarta Utara dan 2.000
meter masuk Jakarta Barat. Kalijodo pun dibangun oleh pihak Pemprov DKI.
Sinarmas Land dan Pemprov DKI bekerjasama untuk menyulap Kalijodo menjadi
sebuah taman yang dilengkapi skatepark bertaraf internasional sejak
Februari 2016.
Pembangunan pun dilakukan. Kalijodo kini dilengkapi dengan taman
bermain seluncur bagi anak-anak, ruang menyusui, perpustakaan, kamar mandi,
mushalla, arena jungkat-jungkit, ayunan, arena skateboard, jalur lintas sepeda,
lapangan futsal dan taman. Selain itu, di kawasan ini akan dipasang lima unit
terminal parkir elektronik untuk mencegah pungli dari tukang parkir liar
setempat.
Di Ruang Publik Terbuka Ramah Anak (RPTRA) Kalijodo yang masuk
wilayah Jakarta Barat, terdapat lapangan futsal dengan tribun penonton dan
jalur sepeda BMX. Sementara di Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang masuk Jakarta
Utara, dibangun jogging track dan pusat jajanan. RPTRA Kalijodo mulai
diresmikan hari Rabu, 22 Februari 2017. Peresmian tempat ini merupakan hal yang
sangat menguntungkan Gubernur Ahok terkait dengan partisipasinya dalam
Pemilihan Kepala Daerah 2017.
Pada debat pasangan Calon Gubernur III, Ahok membuat kaget
penonton dengan maju ke tengah panggung sambil membawa gulungan A3. Ternyata
gulungan tersebut adalah foto dari kawasan Kalijodo setelah dilakukan
penertiban. Ahok menjelaskan gambar tersebut dengan berkata, “Ini gambar, orang
pikir di luar negeri. Bukan! Ini Kalijodo, tempat dulu perempuan
diperdagangkan, tempat narkoba diedarkan, tempat anak-anak dipekerjakan. Kami
bukan menjual program. Kami ubah jadi taman seperti ini. Ini kelas
Internasional. Jadi memimpin Jakarta, seperti hubungan orang tua dengan
anak-anaknya. Kami mempunyai peraturan. Kami ingin anak-anak itu sehat dan
dididik dengan baik, punya karater yang baik, punya budi pekerti yang baik,
orang tua ingin anaknya berhasil."

Kalijodo
setelah dirubah menjadi Ruang Publik Terbuka Ramah Anak (RPTRA) dan Ruang
Terbuka Hijau (RTH) (Sumber: The Atlantic).
Satu yang luput dari perhatian kita, apakah pembangunan kawasan
eks-Kalijodo sudah sesuai dengan Peraturan Daerah?
Elisa Sutanudjaja, pengamat tata kota dari RUJAK Center
for Urban Studies, menilai bahwa pembangunan berbagai fasilitas rekreasi
dan olahraga di atas lahan eks-Kalijodo melanggar aturan tata ruang. Menurut
Peraturan Daerah Jakarta Nomor 1 Tahun 2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang
dan Peraturan Zonasi, Zonasi Eks Kalijodo termasuk zona H.4, alias jalur
hijau.
Lebih lanjut, pada Pasal 1 Perda Tata Ruang, zona jalur hijau
adalah zona yang diperuntukan bagi sub zona hijau tegangan tinggi, pengaman
jalur kereta api, jalur hijau yang berupa median jalan, di bawah jaringan
transmisi tenaga listrik dengan tanaman peneduh dan tanaman hias lokal.
Apabila mematuhi Perda Tata Ruang, seharusnya di kawasan ini
tidak boleh ada bangunan.
Marco Kusumawijaya, Founder dan Director
of RUJAK Center for Urban Studies, juga menyatakan keprihatinannya bahwa
proyek yang prestisius ini ternyata melanggar Perda Tata Ruang.
Seharusnya kawasan ini merupakan kawasan jalur hijau.
Zona H.4 atau jalur hijau adalah kawasan penempatan tanaman
serta elemen lanskap sebagai penyangga yang berfungsi ekologis dan estetika
beserta fasilitas pendukungnya dan fasilitas lain sesuai kebutuhan. Pada
lampiran tabel Pelaksanaan Kegiatan Sub Zona Perda Jakarta Nomor 1 Tahun 2014,
lahan H.4 hanya boleh dipakai untuk pembangunan hutan dan taman kota.
Tempat bermain, taman rekreasi, lapangan olahraga di Ruang Terbuka
Hijau (RTH) dan di Ruang Publik Terbuka Ramah Anak (RPTRA) Kalijodo, tidaklah
termasuk dalam klasifikasi kegiatan yang diperbolehkan dalam Perda Tata Ruang.
Semua fasilitas ini, hanya boleh dibangun pada lahan dengan kategori H.7 atau
subzona hijau rekreasi.
Menurut Elissa Sutanudjaja, Koefisien Dasar Bangunan (KDB) di
lahan eks Kalijodo adalah nol. Maka seharusnya, tidak boleh ada bangunan apapun
berdiri di atasnya. Bahkan juga lahan parkir.
Adapun pemasangan papan reklame diperbolehkan dengan syarat
tertentu yaitu: 1) pesan atau informasi disampaikan terkait dengan program
pemerintah dan/atau pemberdayaan masyarakat, 2) pesan atau informasi
disampaikan tidak bersifat komersial.
Jika merujuk pada Pasal 658 sampai Pasal 664 Perda Tata Ruang,
maka pelanggaran terhadap Perda ini bisa dikenai sanksi, mulai dari: a.
peringatan tertulis; b. penghentian sementara kegiatan; c. penghentian
sementara pelayanan umum; d. penutupan lokasi; e. pencabutan izin; f.
pembatalan izin; g. pembongkaran bangunan; h. pemulihan fungsi ruang; dan/atau
i. denda administratif.
Isi lengkap Peraturan Daerah Jakarta No.1 Tahun 2014 tentang
Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi dapat diunduh disini
Sungguh sangat disayangkan, jika proyek bergengsi dan berlevel
internasional seperti ini harus melanggar Peraturan Daerah Jakarta Nomor 1
Tahun 2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi. Kita
berharap bahwa pelanggaran Perda ini tidak berlanjut menjadi penuntutan,
apalagi pemberian sanksi administratif.
Dari penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam
membuat kebijakan publik, pemerintah tidak boleh hanya menimbang dari aspek
manfaat atau keuntungan. Namun, yang pertama kali harus dijadikan dasar acuan
kebijakan adalah aspek legalitas hukum.
4. kasus
4 : pelanggaran kawasan dilarang merokok
Ikhwal mulut menteri menyemburkan asap rokok ke udara, sama
halnya dengan knalpot bus kota bobrok menyemburkan asap hitam di jalanan
Jakarta.Sama-sama mencemari udara.Sama-sama merampas hak warga menghirup udara
bersih.
Bedanya hanya soal kuantitas dan kualitas serta konsekuensi
hukum.Yang pertama sedikit dan tipis, sedangkan yang kedua banyak dan
pekat.Yang pertama melanggar Perda DKI Jakarta Nomor 75/2005 tentang Kawasan
Dilarang Merokok.Sedangkan yang kedua melanggar Perda DKI Jakarta Nomor
2/2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara.
Terkait kasus dua orang menteri Kabinet Kerja Jokowi-JK yang
merokok di lingkungan Istana Negara, yaitu Menteri KKP Susi Pudjiastuti (waktu
kejadian 26/10/14) dan Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri (waktu kejadian
27/10/14), apa yang bisa dikatakan? Jelas, mereka berdua telah melanggar
ketentuan kawasan dilarang merokok sebagaimana diatur dalam Perda DKI Jakarta
Nomo 75/2005. Pasal 3 perda tersebut menyatakan: “Sasaran kawasan dilarang
merokok adalah tempat umum, tempat kerja, tempat proses belajar mengajar,
tempat pelayanan kesehatan, arena kegiatan anak-anak, tempat ibadah, dan
angkutan umum.
Istana Negara mestinya adalah “tempat kerja”.Jadi, dilarang
merokok di lingkungan tersebut, kecuali di “ruang khusus merokok” yang mungkin
disediakan. Itu sebabnya seorang anggota Paspampres menegur keras Hanif
Dhakiri, ketika kepergok merokok di Kompleks Istana Negara,
seusai sesi foto kabinet.
Merokok, atau tidak merokok, adalah pilihan dan tidak ada yang
dapat disalahkan terkait pilihan itu.Tapi tindakan merokok adalah sebuah
kesalahan jika nyata-nyata dilakukan di tempat atau kawasan no-smoking, dilarang
merokok.Jadi, Menteri Susi dan Menteri Hanif merokok atau menjadi perokok,
tidak bisa disalahkan.Tapi, fakta bahwa mereka merokok di tempat dan pada waktu
terlarang, jelas merupakan kesalahan.
Sebenarnya, jika ada yang faktual terganggu dengan tindakan
kedua orang menteri itu, maka ia boleh mengajukan gugatan “ganti rugi”.Pasal 27
ayat 2 Perda DKI Jakarta Nomor 75/2005 menyatakan: “Setiap orang yang terbukti
merokok di kawasan dilarang merokok, dapat dikenakan sanksi sebagaimana
ditetapkan dalam Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2005 tentang Pengendalian
Pencemaran Udara dan/atau sesuai dengan peraturan perundang-undangan.”Lalu, pasal
30 Perda Nomor 2/2005 menetapkan: “Setiap orang atau Badan yang kegiatan
usahanya menimbulkan kerugian bagi pihak lain yang mengakibatkan terjadinya
pencemaran udara wajib membayar ganti rugi terhadap pihak yang dirugikan.”
Tapi, menggugat ganti rugi atas tindakan menteri yang merokok mungkin sama
dengan masuk ke dalam perkara yang berketiak ular.Barangkali, itu sebabnya
orang lebih suka langsung menjatuhkan sanksi sosial berupa celaan atau kecaman.
Tapi untuk apa sebenarnya ribut soal menteri merokok?Ini menteri
Kabinet Kerja, bukan Kabinet Anti-Rokok.Menteri merokok, biarkan saja, asalkan
caranya etis, tidak melanggar hukum dan kepantasan.Yang jelas, kalau Menteri
Susi dan Menteri Hanif mau merokok, maka menurut perda mereka harus membangun
ruang khusus merokok di kantor masing-masing, dan masuk ke dalamnya jika ingin
merokok.Menteri Ignatius Jonan adalah contoh yang baik untuk hal ini.Setiap
kali ia ingin merokok di sebuah stasiun, dia akan masuk ke ruang kaca perokok
yang tersedia di stasiun.
Tapi, lebih baik lagi sebenarnya jika menghentikan kecanduan
rokok.Dan ini bukan hal muskil.Saya dulu perokok berat, rata-rata 20 batang
kretek filter per 24 jam.Sampai suatu hari di Salatiga, sedang merem-melek
menikmati kripik paru, seorang teman bertanya, “Kau tahu gak itu kripik paru
terbuat dari apa?”Jawab saya: “Dari paru sapi, tentu saja.”“Bukan,” sanggahnya,
“itu dibuat dari irisan paru-paru perokok yang dioperasi di Rumah Sakit
Paru-paru, Salatiga.”Mak dhuk, sejak itu rokok serasa empedu basi.
Tapi, bisa jadi juga, untuk orang seperti Menteri Susi, berlaku
hukum “semakin merokok semakin kerja, kerja, kerja”.Kalau sudah begitu, ya,
biarkan saja, asalkan dilakukan secara etis, dan kalau mungkin estetis.
5. 5. Kasus 5: kasus tindak pidana
Jika
tahun 2015 JPT diangka 233 kasus, namun pada tahun 2016 JPT menembus angka 277
kasus.
Sementara
untuk Penyelesaian Tindak Pidana (PTP) tahun ini meningkat dari tahun
sebelumnya.
Tahun
2015 ini PTP diangka 161, sedangkan ditahun 2016, meningkat menjadi 177 kasus.
Demikian
diungkapkan Kapolres Bangka Barat AKBP
Hendro Kusmayadi menggelar press realeas di media center Polres Babar, Jumat
(30/12/2016) siang.
"
Untuk jumlah kasus tindak pidana meningkat dari tahun sebelumnya. Akan tetapi tahun
ini penyelesaian kasus lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya," ungkap
Hendro yang pada kesempatan itu didampingi Kasat Reskrim AKP Elpiadi.