Senin, 13 November 2017

HUKUM PERATURAN DAERAH

1.       Pengertian Peraturan Daerah
               
            Peraturan Daerah adalah Peraturan Perundang-Undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan bersama Kepala Daerah (gubernur atau bupati/wali kota).
                                            
 Peraturan Daerah terdiri atas:
  1. Peraturan Daerah Provinsi, yang berlaku di provinsi tersebut. Peraturan Daerah Provinsi dibentuk oleh DPRD Provinsi dengan persetujuan bersama Gubernur.
  2. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota, yang berlaku di kabupaten/kota tersebut. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dibentuk oleh DPRD Kabupaten/Kota dengan persetujuan bersama Bupati/Walikota. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota tidak subordinat terhadap Peraturan Daerah Provinsi. 

2.   Dasar Hukum Perda
  1. UUD 1945;
  2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan;
  3. UU No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah;
  4. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota.

     3.     Fungsi Peraturan Menurut Kapusluhkum Badan Pembinaan Hukum Nasional, Perda memiliki beberapa fungsi, seperti:
1. Fungsi pertama sebagai instrumen kebijakan untuk melaksanakan otonomi daerah dan tugas  
    pembantuan sebagaimana amanat UUD RI Tahun 1945 dan Undang-Undang tentang pemerintah
    daerah
2. fungsi yang kedua sebagai penampung kekhususan dan keragaman daerah, serta penyalur aspirasi
    masyarakat di daerah. Namun, pengaturannya tetap dalam kerangka Negara Kesatuan Republik  
    Indonesia yangg berlandaskan Pancasila dan
    UUD 1945.
3. Fungsi yang ketiga, berfungsi sebagai alat pembangunan dalam meningkatkan kesejahteraan
    daerah.
4. Fungsi yang keempat, sebagai peraturan pelaksanaan dari peraturan perundang-undangan yang 
    lebih tinggi. fungsi Perda harus tunduk pada ketentuan hierarki peraturan perundang-undangan. 


4. Contoh Kasus Pelanggaran PERDA

Kasus 1 : Pedagang Kaki Lima DiPinggir Jalan

Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Malang Kota     menangani 103 kasus tindak pidana ringan (Tipiring) akibat   melanggar peraturan daerah (Perda) selama tiga bulan di awal tahun 2016.
Rinciannya, bulan Januari 2016 sebanyak 43 kasus yang terdiri dari 35 melanggar ketertiban (PKL) dan delapan kasus melanggar izin gangguan. Sedangkan di bulan Februari 2016 ada 26 kasus dengan rincian satu kasus pelacuran, dua kasus pelanggaran izin reklame, satu kasus izin pemondokan, 15 kasus ketertiban umum (PKL, satu kasus izin menara telekomunikasi, dan enam kasus pelanggaran izin gangguan.
Selanjutnya di bulan Maret 2016 ada 34 kasus dengan rincian 10 kasus pelanggaran ketertiban, 16 izin gangguan, tiga izin reklame, tiga izin pemondokan, dan dua kasus buang sampah sembarangan.
Mereka yang menjalani sidang dikenakan sanksi membayar, seperti yang ditetapkan dalam Perda. Denda itu nilainya mulai dari Rp 20.000 hingga Rp 500.000, tergantung jenis pelanggaran yang dilakukan.
Untuk pelanggaran ketertiban bisa mulai dari Rp 50.000 hingga Rp 200.000. Sedangkan pelanggaran izin reklame, pemondokan dan menara telekomunikasi yang paling tinggi yakni Rp 500.000.
Di bulan Maret 2016, ada dua kasus pelanggaran Perda yang berbeda dibandingkan dua bulan sebelumnya, yakni pelanggaran karena membuang sampah sembarangan. Kedua orang yang terjaring itu dikenakan denda masing-masing Rp 20.000.
"Selain denda, kami juga minta mereka membuat surat pernyataan untuk tidak mengulangi perbuatannya," ujar Kepala Satpol PP Kota Malang Agoes Edi Putranto, Jumat (1/4/2016).
Pihaknya terus menggencarkan razia demi menegakkan Perda.
Meskipun mereka yang melanggar Perda telah disuruh membuat penyataan rupanya tidak membuat mereka 'taubat'. Salah satunya, Sumarsono, seorang PKL yang biasa mangkal di Jalan Veteran. Laki-laki salah satu PKL yang ikut menjalani sidang Tipiring akhir Maret lalu.
"Sudah ke-14 kalinya saya disidang. Bayarnya beragam mulai dari Rp 50.000 hingga Rp 200.000," ujar warga Kelurahan Gadang, Kecamatan Sukun itu.
Ia nekat berjualan di Jalan Veteran karena tidak memiliki pekerjaan lain. Sumar awalnya berjualan cilok, namun karena terkena razia, ia berganti berjualan sempol. Ia berjualan memakai sepeda motor. Namun karena Jalan Veteran merupakan jalan yang steril dari PKL, sehingga ia kerap terjaring razia.


2. kasus 2 : kasus pelanggaran perda sampah

Penegak Peraturan Da­erah (Perda) ini saling bahu membahu dalam me­nun­taskan segala bentuk pe­langgaran. Hasilnya 2.996 kasus dapat teratasi.
Selama tahun 2015 itu, kasus yang berhasil ditun­taskan Satpol PP Kota Pa­dang diantaranya kasus Pe­da­gang Kaki Lima (PKL), Gelandangan Pengamen Pengemis Anak Jalanan dan Orang Gila (GPAO), ke­nakalan remaja, Surat Izin Tempat Usaha (SITU), ba­ngunan liar, penyakit ma­syarakat (Pekat) dan lain­nya. Kasus yang disebut terakhir merupakan  kasus yang cukup meresahkan masyarakat.
“Selama 2015 terhitung sejak bulan Mei hingga De­sember, kita berhasil me­nuntaskan 365 kasus pe­kat,” kata Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Ka­satpol PP) Firdaus Ilyas didampingi Kabid Pe­nega­kan Perda, Edi Asri saat dikonfirmasi di Mako Satpol PP, Senin (4/1).
Kasus penyakit ma­sya­ra­kat yang berhasil ditun­taskan Satpol PP yakni pemberantasan kafe ilegal, salon dan fasilitas umum yang dijadikan tempat me­sum.
“Termasuk membe­ra­ngus pondok baremoh Pasir Jambak pada 29 Mei lalu. Sebanyak 105 pondok kita bongkar dan bakar,” papar Firdaus Ilyas.
Firdaus merinci, pada bulan Mei itu sebanyak 12 kasus Pekat berhasil di­berantas. Begitu juga pada Juni (12 kasus), Juli (35 kasus), Agustus (46 kasus), September (57 kasus), Ok­tober (68 kasus), November (70 kasus), dan Desember (65 kasus).
Kemudian, dari 2.996 kasus yang diatasi selama 2015 itu, kasus paling ba­nyak ditangani Satpol PP yakni pelanggaran Perda sampah.
Sebanyak 527 ka­sus pelanggaran Perda sam­pah dapat teratasi.
“Kita memberikan tegu­ran simpatik K3 terhadap 527 masyarakat yang me­lakukan pelanggaran Perda Nomor 21 tahun 2012,” ucapnya.
Sedangkan kasus ter­banyak kedua adalah mem­berantas pedagang kaki lima (PKL) yang membandel. “Sebanyak 492 kasus PKL kami atasi tahun kemarin,” timpal Edi Asri.
Kasus kenakalan remaja menghiasi lembaran kerja Satpol PP sepanjang 2015. Personil Satpol PP men­dapati kasus kenakalan re­maja seperti tawuran dan cabut sekolah. “Untuk ke­nakalan remaja ini sebanyak 433 kasus kita tangani,” ujarnya lagi.
Kasus lain yang ter­ta­ngani selama 2015 yakni bangunan liar tanpa izin sebanyak 426 kasus, ke­mudian GPAO sebanyak 371 kasus, serta SITU se­jum­lah tempat usaha seperti warnet, kafe dan karaoke, penginapan, hotel melati dan bilyard. “SITU yang berhasil kita ungkap yakni 309 kasus,” terang Edi As­ri

4.      3.Kasus 3 : kasus kawasan kalijodo

Kalijodo, secara administratif merupakan wilayah administrasi Jakarta Barat dan Jakarta Utara. Wilayah Kalijodo yang masuk Jakarta Barat adalah Kelurahan Angke dan Kecamatan Tambora. Sedangkan Kalijodo yang masuk wilayah Jakarta Utara adalah Kelurahan Pejagalan dan Kecamatan Penjaringan. 
Kalijodo sesuai namanya, dikenal sebagai tempat mencari pasangan.  Sekitar tahun 1930-an, banyak pemuda lajang yang datang ke tempat ini untuk mencari pacar atau "gebetan". Selain dijadikan sebagai tempat mencari pasangan, Kalijodo juga dikenal sebagai tempat kencan atau nongkrong.
Banyaknya pengunjung yang datang ke Kalijodo, kemudian diikuti dengan munculnya warung-warung yang menjajakan aneka makanan dan minuman. Dalam perkembangannya, warung-warung yang awalnya semi permanen itu kemudian berubah menjadi kafe-kafe dengan bangunan permanen. Pengunjung yang datang pun, tak lagi muda-mudi yang sedang berpacaran atau mencari tempat nongkrong, melainkan perempuan yang menjajakan diri.
Kawasan ini lalu berkembang menjadi red light district (distrik merah). Distrik merah adalah sebutan bagi kawasan yang sangat disenangi pria hidung belang. Letaknya yang strategis, membuat Kalijodo mengalami perkembangan yang cukup pesat. Banyak orang dari kelas ekonomi ke bawah, yang mencari "hiburan" di Kalijodo. Tak hanya prostitusi, penguasa wilayah di Kalijodo akhirnya juga membuka lapak-lapak perjudian. Selain ditempati bisnis judi, tempat ini juga dikenal sebagai "sarang preman". 
Kalijodo kembali populer dibicarakan di media setelah pada Senin, 8 Februari 2016 pukul 04.10 WIB, sebuah mobil Toyota Fortuner terlibat dalam kecelakaan maut di Jalan Daan Mogot Km 15, Kalideres, Jakarta Barat. Akibat kecelakaan itu, empat orang tewas dan tujuh lainnya luka berat termasuk pengemudi mobil. Dua orang yang meninggal adalah pengendara sepeda motor, sisanya penumpang mobil. Setelah diusut, ternyata pengemudi tersebut baru saja menenggak minuman keras di Kalijodo. 
Masalah ini pun akhirnya didengar oleh Gubernur DKI, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Dari laporan tersebut, Ahok dengan tegas akan membersihkan kawasan Kalijodo karena dinilai lebih banyak membawa kerugian. Penertiban ini tentunya disertai dengan penghadangan dan perlawanan. Namun, dengan bantuan dari Kapolda Metro Jaya saat itu, Bapak Tito Karnavian maka Pemprov DKI Jakarta akhirnya bisa membersihkan kawasan ini.  
Penggusuran kawasan prostitusi di Kalijodo (Sumber: CDN).
Penggusuran kawasan prostitusi di Kalijodo (Sumber: CDN).
Menurut data Pemerintah Jakarta, luas total kawasan eks Kalijodo adalah 4,2 hektare. Dari luas itu, empat hektare masuk Jakarta Utara dan 2.000 meter masuk Jakarta Barat. Kalijodo pun dibangun oleh pihak Pemprov DKI. Sinarmas Land dan Pemprov DKI bekerjasama untuk menyulap Kalijodo menjadi sebuah taman yang dilengkapi skatepark bertaraf internasional sejak Februari 2016. 
Pembangunan pun dilakukan. Kalijodo kini dilengkapi dengan taman bermain seluncur bagi anak-anak, ruang menyusui, perpustakaan, kamar mandi, mushalla, arena jungkat-jungkit, ayunan, arena skateboard, jalur lintas sepeda, lapangan futsal dan taman. Selain itu, di kawasan ini akan dipasang lima unit terminal parkir elektronik untuk mencegah pungli dari tukang parkir liar setempat. 
Di Ruang Publik Terbuka Ramah Anak (RPTRA) Kalijodo yang masuk wilayah Jakarta Barat, terdapat lapangan futsal dengan tribun penonton dan jalur sepeda BMX. Sementara di Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang masuk Jakarta Utara, dibangun jogging track dan pusat jajanan. RPTRA Kalijodo mulai diresmikan hari Rabu, 22 Februari 2017. Peresmian tempat ini merupakan hal yang sangat menguntungkan Gubernur Ahok terkait dengan partisipasinya dalam Pemilihan Kepala Daerah 2017. 
Pada debat pasangan Calon Gubernur III, Ahok membuat kaget penonton dengan maju ke tengah panggung sambil membawa gulungan A3. Ternyata gulungan tersebut adalah foto dari kawasan Kalijodo setelah dilakukan penertiban. Ahok menjelaskan gambar tersebut dengan berkata, “Ini gambar, orang pikir di luar negeri. Bukan! Ini Kalijodo, tempat dulu perempuan diperdagangkan, tempat narkoba diedarkan, tempat anak-anak dipekerjakan. Kami bukan menjual program. Kami ubah jadi taman seperti ini. Ini kelas Internasional. Jadi memimpin Jakarta, seperti hubungan orang tua dengan anak-anaknya. Kami mempunyai peraturan. Kami ingin anak-anak itu sehat dan dididik dengan baik, punya karater yang baik, punya budi pekerti yang baik, orang tua ingin anaknya berhasil."
Kalijodo setelah dirubah menjadi Ruang Publik Terbuka Ramah Anak (RPTRA) dan Ruang Terbuka Hijau (RTH) (Sumber: The Atlantic).
Kalijodo setelah dirubah menjadi Ruang Publik Terbuka Ramah Anak (RPTRA) dan Ruang Terbuka Hijau (RTH) (Sumber: The Atlantic).
Satu yang luput dari perhatian kita, apakah pembangunan kawasan eks-Kalijodo sudah sesuai dengan Peraturan Daerah?
Elisa Sutanudjaja, pengamat tata kota dari RUJAK Center for Urban Studies, menilai bahwa pembangunan berbagai fasilitas rekreasi dan olahraga di atas lahan eks-Kalijodo melanggar aturan tata ruang. Menurut Peraturan Daerah Jakarta Nomor 1 Tahun 2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi, Zonasi Eks Kalijodo termasuk zona H.4, alias jalur hijau. 
Lebih lanjut, pada Pasal 1 Perda Tata Ruang, zona jalur hijau adalah zona yang diperuntukan bagi sub zona hijau tegangan tinggi, pengaman jalur kereta api, jalur hijau yang berupa median jalan, di bawah jaringan transmisi tenaga listrik dengan tanaman peneduh dan tanaman hias lokal. 
Apabila mematuhi Perda Tata Ruang, seharusnya di kawasan ini tidak boleh ada bangunan. 
Marco Kusumawijaya, Founder dan Director of RUJAK Center for Urban Studies, juga menyatakan keprihatinannya bahwa proyek yang  prestisius ini ternyata melanggar Perda Tata Ruang. Seharusnya kawasan ini merupakan kawasan jalur hijau.
Zona H.4 atau jalur hijau adalah kawasan penempatan tanaman serta elemen lanskap sebagai penyangga yang berfungsi ekologis dan estetika beserta fasilitas pendukungnya dan fasilitas lain sesuai kebutuhan. Pada lampiran tabel Pelaksanaan Kegiatan Sub Zona Perda Jakarta Nomor 1 Tahun 2014, lahan H.4 hanya boleh dipakai untuk pembangunan hutan dan taman kota. 
Tempat bermain, taman rekreasi, lapangan olahraga di Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan di Ruang Publik Terbuka Ramah Anak (RPTRA) Kalijodo, tidaklah termasuk dalam klasifikasi kegiatan yang diperbolehkan dalam Perda Tata Ruang. Semua fasilitas ini, hanya boleh dibangun pada lahan dengan kategori H.7 atau subzona hijau rekreasi. 
Menurut Elissa Sutanudjaja, Koefisien Dasar Bangunan (KDB) di lahan eks Kalijodo adalah nol. Maka seharusnya, tidak boleh ada bangunan apapun berdiri di atasnya. Bahkan juga lahan parkir. 
Adapun pemasangan papan reklame diperbolehkan dengan syarat tertentu yaitu: 1) pesan atau informasi disampaikan terkait dengan program pemerintah dan/atau pemberdayaan masyarakat, 2) pesan atau informasi disampaikan tidak bersifat komersial.
Jika merujuk pada Pasal 658 sampai Pasal 664 Perda Tata Ruang, maka pelanggaran terhadap Perda ini bisa dikenai sanksi, mulai dari: a. peringatan tertulis; b. penghentian sementara kegiatan; c. penghentian sementara pelayanan umum; d. penutupan lokasi; e. pencabutan izin; f. pembatalan izin; g. pembongkaran bangunan; h. pemulihan fungsi ruang; dan/atau i. denda administratif. 
Isi lengkap Peraturan Daerah Jakarta No.1 Tahun 2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi dapat diunduh disini
Sungguh sangat disayangkan, jika proyek bergengsi dan berlevel internasional seperti ini harus melanggar Peraturan Daerah Jakarta Nomor 1 Tahun 2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi. Kita berharap bahwa pelanggaran Perda ini tidak berlanjut menjadi penuntutan, apalagi pemberian sanksi administratif. 
Dari penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam membuat kebijakan publik, pemerintah tidak boleh hanya menimbang dari aspek manfaat atau keuntungan. Namun, yang pertama kali harus dijadikan dasar acuan kebijakan adalah aspek legalitas hukum. 

4. kasus 4 : pelanggaran kawasan dilarang merokok

Ikhwal mulut menteri menyemburkan asap rokok ke udara, sama halnya dengan knalpot bus kota bobrok menyemburkan asap hitam di jalanan Jakarta.Sama-sama mencemari udara.Sama-sama merampas hak warga menghirup udara bersih.
Bedanya hanya soal kuantitas dan kualitas serta konsekuensi hukum.Yang pertama sedikit dan tipis, sedangkan yang kedua banyak dan pekat.Yang pertama melanggar Perda DKI Jakarta Nomor 75/2005 tentang Kawasan Dilarang Merokok.Sedangkan yang kedua melanggar Perda DKI Jakarta Nomor 2/2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara.
Terkait kasus dua orang menteri Kabinet Kerja Jokowi-JK yang merokok di lingkungan Istana Negara, yaitu Menteri KKP Susi Pudjiastuti (waktu kejadian 26/10/14) dan Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri (waktu kejadian 27/10/14), apa yang bisa dikatakan? Jelas, mereka berdua telah melanggar ketentuan kawasan dilarang merokok sebagaimana diatur dalam Perda DKI Jakarta Nomo 75/2005. Pasal 3 perda tersebut menyatakan: “Sasaran kawasan dilarang merokok adalah tempat umum, tempat kerja, tempat proses belajar mengajar, tempat pelayanan kesehatan, arena kegiatan anak-anak, tempat ibadah, dan angkutan umum.
Istana Negara mestinya adalah “tempat kerja”.Jadi, dilarang merokok di lingkungan tersebut, kecuali di “ruang khusus merokok” yang mungkin disediakan. Itu sebabnya seorang anggota Paspampres menegur keras Hanif Dhakiri, ketika kepergok merokok di Kompleks Istana Negara, seusai sesi foto kabinet.
Merokok, atau tidak merokok, adalah pilihan dan tidak ada yang dapat disalahkan terkait pilihan itu.Tapi tindakan merokok adalah sebuah kesalahan jika nyata-nyata dilakukan di tempat atau kawasan no-smoking, dilarang merokok.Jadi, Menteri Susi dan Menteri Hanif merokok atau menjadi perokok, tidak bisa disalahkan.Tapi, fakta bahwa mereka merokok di tempat dan pada waktu terlarang, jelas merupakan kesalahan.
Sebenarnya, jika ada yang faktual terganggu dengan tindakan kedua orang menteri itu, maka ia boleh mengajukan gugatan “ganti rugi”.Pasal 27 ayat 2 Perda DKI Jakarta Nomor 75/2005 menyatakan: “Setiap orang yang terbukti merokok di kawasan dilarang merokok, dapat dikenakan sanksi sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara dan/atau sesuai dengan peraturan perundang-undangan.”Lalu, pasal 30 Perda Nomor 2/2005 menetapkan: “Setiap orang atau Badan yang kegiatan usahanya menimbulkan kerugian bagi pihak lain yang mengakibatkan terjadinya pencemaran udara wajib membayar ganti rugi terhadap pihak yang dirugikan.” Tapi, menggugat ganti rugi atas tindakan menteri yang merokok mungkin sama dengan masuk ke dalam perkara yang berketiak ular.Barangkali, itu sebabnya orang lebih suka langsung menjatuhkan sanksi sosial berupa celaan atau kecaman.
Tapi untuk apa sebenarnya ribut soal menteri merokok?Ini menteri Kabinet Kerja, bukan Kabinet Anti-Rokok.Menteri merokok, biarkan saja, asalkan caranya etis, tidak melanggar hukum dan kepantasan.Yang jelas, kalau Menteri Susi dan Menteri Hanif mau merokok, maka menurut perda mereka harus membangun ruang khusus merokok di kantor masing-masing, dan masuk ke dalamnya jika ingin merokok.Menteri Ignatius Jonan adalah contoh yang baik untuk hal ini.Setiap kali ia ingin merokok di sebuah stasiun, dia akan masuk ke ruang kaca perokok yang tersedia di stasiun.
Tapi, lebih baik lagi sebenarnya jika menghentikan kecanduan rokok.Dan ini bukan hal muskil.Saya dulu perokok berat, rata-rata 20 batang kretek filter per 24 jam.Sampai suatu hari di Salatiga, sedang merem-melek menikmati kripik paru, seorang teman bertanya, “Kau tahu gak itu kripik paru terbuat dari apa?”Jawab saya: “Dari paru sapi, tentu saja.”“Bukan,” sanggahnya, “itu dibuat dari irisan paru-paru perokok yang dioperasi di Rumah Sakit Paru-paru, Salatiga.”Mak dhuk, sejak itu rokok serasa empedu basi.
Tapi, bisa jadi juga, untuk orang seperti Menteri Susi, berlaku hukum “semakin merokok semakin kerja, kerja, kerja”.Kalau sudah begitu, ya, biarkan saja, asalkan dilakukan secara etis, dan kalau mungkin estetis.
5.      5. Kasus 5: kasus tindak pidana

Jika tahun 2015 JPT diangka 233 kasus, namun pada tahun 2016 JPT menembus angka 277 kasus.
Sementara untuk Penyelesaian Tindak Pidana (PTP) tahun ini meningkat dari tahun sebelumnya.
Tahun 2015 ini PTP diangka 161, sedangkan ditahun 2016, meningkat menjadi 177 kasus.
Demikian diungkapkan Kapolres Bangka Barat AKBP Hendro Kusmayadi menggelar press realeas di media center Polres Babar, Jumat (30/12/2016) siang.
" Untuk jumlah kasus tindak pidana meningkat dari tahun sebelumnya. Akan tetapi tahun ini penyelesaian kasus lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya," ungkap Hendro yang pada kesempatan itu didampingi Kasat Reskrim AKP Elpiadi.